SILAKAN BERBAGI

Selasa, 21 Desember 2010

Bukit Azimut di Desa Waled Asem Waled Rusak

Bukit Maneungteung di Kecamatan Waled, Cirebon kondisinya kini memprihatinkan. Kawasan lindung itu hancur oleh penambangan yang dilakukan para pengusaha yang menyuplai kebutuhan material untuk pembangunan jalan tol Kanci-Pejagan. Usaha reklamasi bukit itu pun hingga tenggat di akhir bulan ini tak kunjung selesai.  Bukit Azimut yang semula memiliki tinggi 50 hingga 60 meter itu saat ini sudah dipapas dan menjadi daerah yang curam dengan kemiringan hingga 80 persen. Luas areal galian mencapai 5,2 hektar.  Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Cirebon sebenarnya sudah memberikan kesempatan kepada 4 perusahaan yang melakukan penggalian di bukit tersebut untuk melakukan reklamasi.  Mereka diberi tenggat untuk mereklamasi bukit itu hingga 30 Juni. Namun hingga kemarin kawasan yang direklamasi baru mencapai 20 persen.  Kepala BLHD Kabupaten Cirebon, Iskukuh, mengungkapkan hari ini tim yang antara lain terdiri BLHD, PSDA dan Tamben serta dinas terkait lainnya saat ini tengah meninjau bukit tersebut. "Besok baru kami akan rapat untuk mengambil langkah lebih lanjut," katanya.  Secara terpisah, Bupati Cirebon, Dedi Supardi, saat dikonfirmasi mengungkapkan jika sebenarnya sejak dahulu Bukit Azimut tidak diperbolehkan untuk digali. "Jadi pengusahanya harus dikenakan sanksi hukum," katanya.  IVANSYAH   Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2010/06/30/brk,20100630-259780,id.html 30 Juni 2010  

Tata Ruang Wilayah Kab Cirebon akan Dibenahi

 01 Mar 2010  Pelita  Kabupaten Cirebon, Pelita  Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapedal Kabupaten Cirebon HI Cholisin MA. Sabtu (27/2) menegaskan, tata ruang wilayah di wilayah ini akan dibenahi secara mendasar yang menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) 2010-2030.  Rencana mendasar itu antara lain merencanakan luas perumahan dan pemukiman sekira 18.557 ha, Kawasan Perdagangan dan Jasa 1.000 ha dan Kawasan Pertambangan dan Bahan Galian Golongan C 1.200 ha. Semua itu akan disertai dengan aturan dan pengawasan yang ketat. Menurut Cholisin hal itu sesuai dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.  Bahan rancangan peraturan daerahnya sudah dikirimkan ke pihak Provinsi Jawa Barat untuk disetujui, jika disetujui akan dibawa ke pusat untuk disahkan. Setelah itu dikembalikan ke Kabupaten Cirebon sebagai rancangan peraturan daerah (Raperda) untuk dimintai persetujuan DPRD.  Jika disetujui DPRD dan menjadi Perda dilaporkan lagi ke Provinsi dan Pusat untuk disahkan. "Mekanisme birokrasinya seperti Itu, jadi tidak bisa cepat," kata Cholisin. Undang-Undang No 26/2007 menurutnya memuat sanksi yang sangat tegas. Misalnya Jika terjadi penyelewengan atau perusakan lingkungan hidup, denda yang sebelumnya kecil, sekarang bisa mencapai miliaran rupiah.  Apalagi bagi Kabupaten Cirebon yang PADnya sangat tergantung pada galian C, Jelas masalah galian merupakan persoalan yang sangat pelik bahkan dilematis. Jika galian C dihentikan, sumber pendapatan daerah akan sangat sedikit, dan Jika dibiarkan longgar dampaknya akan sangat membahayakan karena kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat besar. "Tentu ini harus diatur secara ketat, para pengusaha dan pemerintah juga masyarakat harus terlibat bersama-sama me-mulihkannya." ujar Cholisin.  Sekarang ini dampak kerusakan lingkungan akibat galian C di Kabupaten Cirebon sudah sangat parah, seperti yang terjadi di Kecamatan Astana Japura. Ditambah lagi proyek PLTU di Kanci Kulon dan Proyek Jalan Tol Kanci Pejagan, tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, juga meninggalkan kerusakan jalan yang sangat parah di wilayah Cirebon bagian timur, yang hingga sekarang pelaksanaan perbaikannya ditunda-tunda terus dan menimbulkan kerugian sosial yang tidak sedikit (ck-38)

Senin, 20 September 2010

Polisi Bubarkan Penghijauan Swadaya

Senin, 20 September 2010 | 02:38 WIB
Cirebon, Kompas - Kepolisian Resor Cirebon di Jawa Barat, Minggu (19/9), membubarkan kegiatan penghijauan swadaya oleh para aktivis lingkungan di Cirebon. Para aktivis yang hendak menghijaukan bukit gundul tidak diperbolehkan menanam pohon karena tidak ada izin dari Polres Cirebon.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, polisi mendatangi lokasi di Bukti Maneungteung, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon, sekitar pukul 12.00. Saat itu 20-an aktivis yang berasal dari sejumlah organisasi pencinta lingkungan, seperti Petakala Grage, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Rakyat Pembela Lingkungan (Rapel) Cirebon, baru selesai menanam pohon di bukit gundul seluas 5 hektar tersebut.
”Kami diminta agar bubar karena tak ada izinnya. Karena tak ingin berkonflik, kami pun bubar,” kata Deddy Madjmoe, aktivis lingkungan dari Petakala Grage.
Kepala Polres Cirebon Ajun Komisaris Besar Edi Mardiyanto mengatakan, penghijauan di perbukitan Maneungteung tak berizin. Seharusnya para aktivis memberi tahu kegiatan mereka ke polres karena daerah bekas penggalian pasir ilegal itu masih dalam proses hukum. Selain itu, tambah Edi, daerah Maneungteung rawan longsor. ”Ini membahayakan para aktivis sendiri. Kalau terjadi apa-apa, bagaimana?” kata Edi.
Protes
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Ogi mempertanyakan tindakan polisi yang membubarkan aksi penanaman pohon.
Menurut Ogi, polisi ataupun pemerintah seharusnya mendukung kegiatan lingkungan, seperti penanaman pohon, karena merupakan kegiatan positif, apalagi kegiatan itu dilakukan secara swadaya.
”Saya heran mengapa harus ada izinnya karena selama ini kegiatan penanaman pohon, apalagi untuk penyelamatan lingkungan, tidak perlu izin,” katanya.
Menurut Ogi, jika masyarakat dipersulit untuk menanam pohon guna menyelamatkan lingkungan, pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan.
Upri Embreng, aktivis Petakala Grage, mengatakan, para aktivis di Cirebon mau secara sukarela menanam pohon karena Bukit Maneungteung merupakan salah satu pusat resapan air di wilayah timur Cirebon. (NIT)

Kamis, 09 September 2010

Cagar Alam Cirebon Rusak

CIREBON, (PRLM).-Proyek jalan tol Kanci-Pejagan merusak cagar alam berupa deretan perbukitan di sepanjang perbatasan Kabupaten Cirebon dan Kuningan yang menjadi berpanorama indah (azimut).
Karenanya, DPLH kedua daerah itu mengeluarkan larangan keras aktifitas galian C di lokasi deretan perbukitan yang terbentang dari Gunung Ciremai (Kuningan) sampai Gunung Slamet di Jateng.
Larangan penggalian tanah itu mengemuka dalam rapat koordinasi (rakor) Pemkab Cirebon dan Kuningan, Kamis (27/11). Rapat yang bertempat di aula Mapolwil Cirebon juga dihadiri unsur Polwil dan Bakorwil.
Rakor dipimpin langsung Kapolwil setempat, Kombes Drs. M. Nasser Amir. Hadir pula para pengusaha galian C yang jumlahnya mencapai 60 orang termasuk perwakilan PT Elema, perusahaan yang memegang tender pengadaan tanah galian untuk proyek tol Kanci-Pejagan.
Rakor digelar khusus setelah terungkap adanya ancaman terhadap kelestarian lingkungan di cagar alam perbukitan sepanjang perbatasan Cirebon-Kuningan. Polwil juga sudah mengambil tindakan tegas, diantaranya menutup lokasi galian tanah yang berlokasi di bukit Desa Waled Asem, Kecamatan Waled, Cirebon.
"Rakor kita gelar karena ternyata sudah banyak aktifitas galian tanah di perbukitan itu. Yang memprihatinkan, ternyata seluruh aktifitas itu ilegal karena tidak mengantongi perijinan," tutur Kapolwil Nasser.
Kapolwil menambahkan, rakor digelar untuk mencari jalan tengah. Di satu sisi, galian taah tidak merusak cagar alam, di sisi lain, proyek tol bisa tetap jalan.
"Jangan sampai ada yang dikorbankan. Sebab selama ini sudah berlangsung galian tanah yang ternyata ilegal di lokasi cagar alam," tutur kapolwil. (A-93/A-26).***

Rabu, 08 September 2010

Tim Gabungan Diharapkan Tuntaskan Kasus Azimut

Jumat, 3 September, 2010 - 16:04, di update : Rabu, 08 09 2010- 23.45.27SUMBER,(PRLM).-Kedatangan tim gabungan penegakan hukum kasus dugaan galian C ilegal bukit Maneungteung atau Azimut di lokasi tersebut diharapkan bisa segera mempercepat proses hukum atas pelanggaran Undang-undang Lingkungan Hidup tersebut.
"Kami sangat berharap dengan adanya kedatangan tim gabungan kemarin bisa segera menuntaskan kasus hukum atas dugaan perusakan lingkungan, dan kawasan Azimut nantinya bisa pulih kembali," kata Ketua LSM Petakala Grage Deddy Majmoe, Jumat (3/9).
Menurut dia, selama ini kerusakan bukit menjadi ancaman bagi pengguna jalan dan sarana irigasi yang ada di bawahnya. Oleh sebab itu, proses hukum yang kini tengah berjalan harus tetap lurus dan bisa mencari solusi terbaik agar kawasan hijau ini kembali kepada fungsinya.
Dedi meminta setelah dilakukan kajian secara ilmiah oleh pakar lingkungan, penegak hukum menjadikannya sebagai dasar untuk membenarkan bahwa Azimut telah rusak. Namun, yang harus dikaji adalah tingkat kerusakan, sampai sejauh mana parahnya, dibanding dengan pada saat awal.
Deddy juga mendesak agar Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) pro aktif memberikan laporan kepada penegak hukum agar masalah Azimut secepatnya diproses. Di samping itu, tidak ada salahnya apabila memasukkan unsur masyarakat (LSM) dan lembaga perguruan tinggi untuk turut dilibatkan agar terjadi kesamaan persepsi dalam mengurai kasus Azimut.
Dikatakan, semestinya polisi pun meminta kajian dari masyarakat, LSM, dan perguruan tinggi. Agar kajiannya lengkap dari berbagai sudut dan berimbang sehingga tidak hanya diwakili pihak pemerintah. Hal ini dimungkinkan sesuai amanat yang dituangkan dalam Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997, bahwa, masyarakat berhak dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Sebelumnya, tim gabungan penegakan hukum kasus dugaan galian C ilegal bukit Maneungteung (Azimut) melakukan inventarisir data dan fakta ke lokasi bekas tambang itu di Desa Waledasem, Kec. Waled, Kamis (2/9), siang. Mereka terdiri dari KLH), BPLHD Jabar, peneliti/ahli ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Polri.
Rombongan dipimpin Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLH Zaenal Abidin tersebut melakukan pemetaan lapangan, pemotretan dan mengambil sampel matrial di bekas galian. Zaenal mengatakan, dugaan tindak pidana galian C ilegal bukit Azimut akan diproses secara hukum. Namun, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan bukti dan keterangan ahli yang menyatakan tentang kebenaran bukit Azimut telah rusak. Oleh sebab itu, lanjuta dia, mengajak ahli lingkungan dari IPB, BPLH dan Polri dalam satu tim yang secara serius menuntaskan masalah hukum bukit Azimut.
"Kami ingin mengetahui sekaligus meneliti sifat kimia pasca eskploitasi, sifat hidrologi, sifat vegetasi, rusaknya hutan rakyat dan sempadan sungai," jelasnya.
Zainal menambahkan, dugaan sementara terjadi tindak penggalian di kawasan hutan lindung dan kawasan benda cagar budaya. Sebab, di Azimut juga terdapat benda peninggalan bersejarah.(A-146/C-15/kur).***

Jumat, 30 April 2010

Kepangeranan Gebang

Gedung Cagar Budaya Nasional Tri Panca Tunggal,Cigugur-Kab.Kuningan Jawa Barat dibangun tahun 1840.
Dalam catatatan kecil beberapa waktu yang lalu, penderitaan masyarakat Cirebon ABAD XVIII sangat mengerikan. Karena kerja rodi dan adanya Preanger Stelsel. Bahaya kelaparan yang ada dimana-mana mengakibatkan banyaknya perampokan yang mengakibatkan pemberontakan diarahkan kepada etnis keturunan dan VOC juga kepada pemerintahan Raja Cirebon yang sebenarnya dijadikan boneka oleh VOC. Pemberontakan yang dipimpin oleh MIRSA ini berkali-kali dipadamkan oleh VOC namun selalu gagal.

Pecah lagi pemberontakan pada tahun 1796 dan pemberontakan rakyat Gebang sampai tahun 1799 di mana VOC dibubarkan dan daerah kekuasaanya diserahkan kepada Pemerintahan Belanda.Yang menarik dari kepangeranan Gebang ini, adalah daerahnya selalu bergolak dan menjadi basis pertahanan karena wilayahnya berbatasan dengan Jawa Tengah. Pengambil alihan kekuasaan dari VOC ke Pemerintah Belanda nampaknya tidak meredakan bara pemberontakan yang terus bergejolak.

Pemberontakan yang dipimpin oleh SIDUNG ARISIM dan SUARSA sampai pada puncaknya tahun 1802. Sama halnya dengan VOC, Pemeberintah Belandfa tidak mampu menghentikan pemberontakan ini. Bukan Belanda kalau tidak licik, SIDUNG ARISIM dan SUARSA-pun akhirnya menyerah kepada Pemerintah Belanda, karena dijanjikan rakyat Gebang akan diringankan dari segala beban.

Dari peristiwa inilah Pemerintah Belanda, kemudian mencopot kedudukan Pangeran Gebang dengan tuduhan pemerasan kepada rakyat.Dan dikeluarkanlah Reglemen Van Het Beheer Van de Cheribonsche Landen tertanggal 2 Februari 1809. Maka Karisidenan Cirebon yang terbentuk tahun 1705 itu berakhir, selanjutnya akan dijadikan dua perfektura, satu diantaranya daerah Sultan Cirebon dan Pangeran Gebang dan yang kedua tanah Priangan Cirebon.

Sultan Cirebon yang diperlakukan sebagai pegawai raja Belanda kepangkatannya ada di bawah PERFEKTURA yang harus tunduk kepada Pemerintah Belanda. Sultan Cirebon pada akhirnya akan dipertahankan untuk memberikan tanda-tanda atau simbol-simbol penghormatan dan kewibawaan dan kemulyaan Sultan terhadap penduduk pribumi.

Kepada para Sultan dibagikan pula tanah serta cacahnya meneurut ketetapan dan apa yang disebut tanah Sultan dan Pangeran Gebang akan dibagi diantara tiga Sultan ialah :
1. Kasepuhan : 4239 jung sawah dan 80635 cacah
2.Kanoman : 4304 Jung sawah dan 76622 cacah
3.Kacirebonan : 4293 Jung sawah dan 80250 cacah.

Daerah Kuningan yg semula termasuk wilayah tanah Pangeran Gebang diperuntukan bagi Sultan Kasepuhan ialah Kuningan, Cikaso, dan Pegunungan Gebang (Sedong?). Dicopotnya Pangeran Gebang dari kedudukannya di Kepangeranan GEBANG KINATAR adalah pemutar balikan fakta dan tuduhan bahwa Pangeran Gebang memeras rakyat.Padahal sasaran pemberontakan adalah etnis keturunan dan VOC. Pangeran Gebang adalah keturunan dari Pangeran WIRASUTA UPAS yang diangkat sebagai Pangeran Gebang setelah terbentuk Karisidenan Cirebon sekitar th 1705.

Setelah GEBANG dihilangkan kekuasaanya dan keturunan Gebang selanjutnya adalah PANGERAN ALIBASA yang menetap di Gebang Udik. Dalam silsilah keturunan keluarga keturuna Gebang adalah sbb :
1. Pangeran Wirasutajaya.
2.Pangeran Seda Ing Demung.
3.Pangeran Nata Manggala.
4.Pangeran Seda Ing Tambak.
5.Pangeran Seda Ing Grogol.
6.Pangeran Dalam Kebon.
7. Pangeran Sutajaya Upas.
8. Pangeran Sutajaya kedua.
9. Pangeran Alibasa.

Pangeran Alibasa yang juga dikenal dengan nama Pangeran Surya Natan atau Pangeran Kusuma Adiningrat. Yang merupakan buyutnya dari Pangeran Djatikusuma. Sekarang tinggal di Paseban Tri Panca Tunggal Cigugur,Kab.Kuningan Jawa Barat...

@ Kanjeng Pangeran, yang benar Pangeran Djatikusumah. Bukan Pangeran Wijaya Kusuma.
@ Kang Inay Damha...mudah-mudahan kurang pas, saya akan selusuri kembali.

dari catatan facebook oleh Yatno Kartaradjasa

Kamis, 29 April 2010

Penambangan Picu Sedimentasi

Truk Pengangkut Pasir Juga Rusakkan Jalan
Kamis, 29 April 2010 | 12:43 WIB
Cirebon, Kompas - Kerusakan lingkungan karena pembukaan tanah, penggalian, serta pencucian pasir di sepanjang Sungai Cisanggarung perbatasan Cirebon-Kuningan disinyalir menjadi salah satu penyebab pendangkalan Sungai Cisanggarung dan Ciberes di Cirebon wilayah timur. Masyarakat minta penggalian pasir ilegal tidak hanya ditutup, tetapi juga diproses secara hukum jika merusak lingkungan.
Dari pantauan sepekan terakhir hingga Selasa (27/4), praktik penggalian pasir di Daerah Aliran Sungai Cisanggarung dan Ciberes tak hanya terjadi Bukit Azimut, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon. Hulu Cisanggarung di Kuningan, sekitar Blok Putersari, Desa Cikeusik, Kecamatan Cidahu, juga dirambah. Luasnya bervariasi, 1-5 hektar. Penggalian Bukit Azimut dua tahun lalu sempat ditutup Pemerintah Kabupaten Cirebon. Namun, penggali ilegal terkadang masih memanfaatkan pasirnya untuk digali secara manual.




Menurut aktivis lingkungan Petakala Grage, Deddy Madjmoe, penggalian di sejumlah daerah itu disinyalir menjadi salah satu penyebab dangkalnya Sungai Ciberes dan Cisanggarung. Sebab, beberapa di antaranya mempunyai tempat pencucian pasir di sekitar Sungai Cisanggarung. Pencucian ini menyebabkan lumpur galian mengendap di sungai dan membentuk sedimen.
Daerah bekas galian pasir juga tak bisa menyerap dan penyimpan air sehingga air dengan mudah mengalir membawa lumpur ke daerah sungai.
Aktivis Masyarakat Pecinta Sungai, Bambang Sasongko, meminta pemerintah mengkaji penggalian pasir yang merusak lingkungan. "Kalau ilegal, jangan hanya ditutup, tapi diajukan ke pengadilan. Selama ini apa pernah kasus galian pasir ilegal masuk ke pengadilan? Yang ada hanya ditutup, besok pasti ada lagi," katanya.
Berlubang
Selain menyebabkan pengendapan, penggalian pasir dikeluhkan warga karena merusak jalan. Jalan penghubung kecamatan di wilayah timur Cirebon rusak dan berlubang-lubang. Jalur tersebut banyak dilalui truk pengangkut pasir.
Warga Desa Cikulak, Kecamatan Waled, bahkan sempat menanam pohon di lubang jalan di depan RSUD Waled, beberapa waktu lalu, karena kesal akibat rusaknya jalan.
Menurut Adang, warga Cikulak, selama pembangunan Tol Kanci-Pejagan, setiap hari ada sekitar 100 truk yang mondar-mandir membawa material dan pasir melewati jalan-jalan di wilayah timur. Pascapembangunan Tol Kanci-Pejagan, jalan kabupaten dan provinsi itu masih saja dilalui truk pasir. Bahkan truk pasir lewat tanpa penutup bak sehingga debunya bertebaran.
Kepala Badan Koordinator Pembangunan dan Pemerintahan Wilayah III Cirebon Ano Sutrisno mengatakan, persoalan pendangkalan sungai dan kerusakan jalan akan dibahas menyeluruh dengan berbagai instansi. Normalisasi sungai akan dilakukan pemerintah pusat karena butuh dana triliunan rupiah.
"Pendangkalan bukan masalah kecil, menyangkut hubungan antardaerah dengan dana yang tinggi. Penambangan pasir harus segera ditutup jika ilegal. Kalaupun berizin, namun merusak lingkungan, juga harus ditinjau ulang," katanya.
Ano mengakui, truk pasir yang melintasi wilayah timur sering kali kelebihan muatan. Hal itu menyebabkan jalan-jalan di wilayah timur rusak karena tidak didesain untuk menahan berat lebih dari 10 ton. (NIT)

Jumat, 08 Januari 2010

PBB Beri Penghormatan untuk Gus Dur

Masyarakat internasional yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama sekretaris jenderal organisasi itu Ban Ki-moon, menyampaikan penghormatan dan penghargaan kepada mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang meninggal pada 30 Desember 2009.

Ungkapan penghormatan bagi sosok yang menjabat sebagai Presiden ke-4 RI, periode 20 Oktober 1999-24 Juli 2001, tersebut mengalir melalui Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York.

PTRI yang berlokasi beberapa blok dari Markas Besar PBB itu selama tiga hari, yaitu 4-6 Januari, menyediakan Buku Duka Cita yang ditempatkan di Perpustakaan Abdurrahman Wahid di gedung PTRI New York.

Di perpustakaan itu diletakkan foto Gus Dur, bendera Merah Putih yang dipasang setengah tiang, serta bunga.

Perpustakaan itu diresmikan langsung Gus Dur pada 5 September 2000 di sela-sela kunjungannya sebagai Presiden RI ke New York dalam rangka menghadiri Sidang Majelis Umum PBB tahunan.

Menurut Kuasa Usaha Ad Interim PTRI-New York, Duta Besar Hasan Kleib, ucapan duka cita dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon disampaikan melalui sekretaris kabinetnya, Vijay Nambiar.

Sekjen PBB mencatat bahwa Gus Dur merupakan tokoh yang membuat Indonesia terkenal di seluruh dunia.

"Gus Dur akan dikenang untuk ketakwaan, kesederhanaan dan visi besarnya. Ia menjadikan bangsa Indonesia dihormati di seluruh dunia karena semangat demokratisnya," demikian seperti ditulis Vijay Nambiar atas nama Sekjen PBB.

Hasan Kleib mencatat setidaknya ada empat hal yang banyak dinyatakan berbagai pihak di kalangan PBB tentang kontribusi Gus Dur terhadap Indonesia dan dunia, yaitu upayanya memajukan penghormatan HAM; peningkatan proses demokrasi; harmonisasi antar-agama; dan pluralisme di Indonesia.

Sementara itu, seorang pejabat tinggi PBB yang pernah mengenal secara pribadi sosok Gus Dur, yaitu Wakil Sekjen PBB urusan Politik B. Lynn Pascoe, juga mendatangani Gedung PTRI New York.

Lyn Pascoe, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia periode Oktober 2004-Februari 2007, menulis: "Presiden Gus Dur merupakan mercu suar kebijaksanaan dan toleransi bangsa Indonesia dan dunia. Saya merasa sangat terhormat pernah mengenal dan bekerja sama dengan beliau".

Penghormatan bagi Gus Dur juga diberikan oleh perwakilan negara-negara anggota PBB dari berbagai kawasan, termasuk sembilan negara sahabat sesama negara ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar.

Para wakil tetap negara-negara ASEAN itu langsung mendatangi PTRI New York untuk menyatakan duka cita serta mengapresiasi kontribusi yang telah diberikan Gus Dur.

Wakil Tetap Singapura Vanu Gopala Menon, misalnya, menulis "Pak Abdurrahman Wahid akan selalu dikenang sebagai sosok yang menjunjung tinggi harmonisasi antar-keyakinan serta membangun dasar Indonesia menjadi negara demokrasi yang bergairah seperti sekarang.

"Beliau adalah ulama yang disegani dan merupakan reformis sejati. Indonesia kehilangan salah satu putera terbaiknya. Sumbangsih dan peninggalan Pak Wahid akan dikenang oleh Indonesia dan teman-temannya di seluruh dunia."

Negara tetangga Indonesia lainnya, yakni Australia, melihat Gus Dur selain sebagai penjunjung semangat toleransi, juga sebagai sosok dengan karakter unik.

Perwakilan tetap Australia untuk PBB, Gary Francis Quinlan, melihat Gus Dur sebagai sosok yang memiliki pemikiran terbuka dan bersikap santai.

Gus Dur dinilai unik karena canda yang dilontarkannya namun juga karena keingintahuan, optimisme serta komitmennya terhadap perlindungan sipil dan penegakkan demokrasi.

"Ia dihormati di kawasan dan dunia global," tulis Quinlan.

PTRI New York menyampaikan surat pemberitahuan tentang meninggalnya Gus Dur ke Sekretariat PBB pada 30 Desember 2009.

PBB saat ini beranggotakan 192 negara, termasuk Indonesia.

Lebih 70 pihak termasuk petingggi PBB lainnya, seperti para wakil Sekjen PBB, utusan khusus Sekjen PBB serta wakil tetap maupun kuasa usaha ad interim negara-negara anggota PBB, secara langsung menyampaikan ucapan duka cita mereka.

Ucapan duka cita dan penghormatan bagi Gus Dur juga datang dari Israel, anggota PBB yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Dalam Buku Duka Cita, Kuasa Usaha Ad Interim Israel Daniel Carmon menulis, "Presiden Abdurrahman Wahid adalah negarawan dunia, pemimpin dan promotor dialog antar-agama dan kebudayaan. Upayanya membawa perdamaian adalah sesuatu yang harus dihargai dan diingat. Dunia membutuhkan pemimpin-pempimpin seperti Presiden Wahid!".

Biografi Gus Dur


Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah.

Guru bangsa, reformis, cendekiawan, pemikir, dan pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai Presiden RI setelah dipilih MPR hasil Pemilu 1999. Dia menjabat Presiden RI dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil atau "Sang Penakluk", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren.

Ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Akhir 1949, dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Dia belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari.

Gus Dur juga diajarkan membaca buku non Islam, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Pada April 1953, ayahnya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikannya berlanjut pada 1954 di Sekolah Menengah Pertama dan tidak naik kelas, tetapi bukan karena persoalan intelektual. Ibunya lalu mengirimnya ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan.

Pada 1957, setelah lulus SMP, dia pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun).

Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah. Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pada 1963, Wahid menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya.

Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Meskipun awalnya lalai, Gus Dur bisa menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970.

Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971.

Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.

LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.

Saat inilah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.

Dia kemudian batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.

Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang.

Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas. Satu tahun kemudian, Gus Dur menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada 1977, dia bergabung di Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam, dengan mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi.

Ia lalu diminta berperan aktif menjalankan NU dan ditolaknya. Namun, Gus Dur akhirnya menerima setelah kakeknya, Bisri Syansuri, membujuknya. Karena mengambil pekerjaan ini, Gus Dur juga memilih pindah dari Jombang ke Jakarta.

Abdurrahman Wahid mendapat pengalaman politik pertamanya pada pemilihan umum legislatif 1982, saat berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), gabungan empat partai Islam termasuk NU.

Reformasi NU

NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU.

Pada 2 Mei 1982, para pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan memintanya mengundurkan diri. Namun, pada 6 Mei 1982, Gus Dur menyebut pilihan Idham untuk mundur tidak konstitusionil. Gus Dur mengimbau Idham tidak mundur.

Pada 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan keempat oleh MPR dan mulai mengambil langkah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara.

Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Gus Dur menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu ini.

Gus Dur lalu menyimpulkan NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, dia mengundurkan diri dari PPP dan partai politik agar NU fokus pada masalah sosial.

Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur dinominasikan sebagai ketua PBNU dan dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya.

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai pemerintah.

Pada 1987, dia mempertahankan dukungan kepada rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar.

Ia menjadi anggota MPR dari Golkar. Meskipun disukai rezim, Gus Dur acap mengkritik pemerintah, diantaranya proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai Bank Dunia.

Ini merenggangkan hubungannya dengan pemerintah dan Suharto.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga menandingi sekolah sekular.

Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua PBNU pada Musyawarah Nasional 1989. Saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, berusaha menarik simpati Muslim.

Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati intelektual muslim di bawah dukungan Soeharto dan diketuai BJ Habibie.

Pada 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung, tapi ditolaknya karena dianggap sektarian dan hanya membuat Soeharto kian kuat.

Bahkan pada 1991, Gus Dur melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial.

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan merencanakan acara itu dihadiri paling sedikit satu juta anggota NU.

Soeharto menghalangi acara tersebut dengan memerintahkan polisi mengusir bus berisi anggota NU begitu tiba di Jakarta.

Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan diri untuk masa jabatan ketiga. Kali ini Soeharto menentangnya. Para pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko, berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur.

Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat ABRI, selain usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU priode berikutnya.

Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang popularitasnya tinggi berencana tetap menekan Soeharto.

Gus Dur menasehati Megawati untuk berhati-hati, tapi Megawati mengacuhkannya sampai dia harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markasnya diambilalih pendukung Ketua PDI dukungan pemerintah, Soerjadi.

Pada November 1996, Gus Dur dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU.

Desember tahun itu juga dia bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal krisis moneter dimana Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi itu. Gus Dur didorong melakukan gerakan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun terkena stroke pada Januari 1998.

Pada 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama delapan pemimpin komunitas Muslim, dipanggil Soeharto yang memberikan konsep Komite Reformasi usulannya. Gus Dur dan delapan orang itu menolak bergabung dengan Komite Reformasi.

Amien, yang merupakan oposisi Soeharto paling kritis saat itu, tidak menyukai pandangan moderat Gus Dur terhadap Soeharto. Namun, Soeharto kemudian mundur pada 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah lahirnya partai politik baru, dan pada Juni 1998, komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru.

Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide itu karena mendirikan partai politik adalah satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Partai itu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pada 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presidennya.

Pemilu April 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan PDIP memenangkan 33% suara. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Semasa pemerintahannya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta menjadi pemimpin pertama yang memberikan Aceh referendum untuk menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti di Timor Timur.

Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura dan berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM.

Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sementara dia juga menjadi tokoh pertama yang mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik.

Muncul dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate, yang kemudian menjatuhkannya.

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.

Pada 23 Juli 2001, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri.

Pada Pemilu April 2004, PKB memperoleh 10.6% suara dan memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis dan KPU menolak memasukannya sebagai kandidat.

Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Di Pilpres putaran dua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur golput.

Agustus 2005, Gus Dur, dalam Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu bersama Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama dalam soal pencabutan subsidi BBM.

Kehidupan pribadi

Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.

Yenny aktif berpolitik di PKB dan saat ini adalah Direktur The Wahid Institute.

Gus Dur wafat, hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkosumo, Jakarta, pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, diantarnya jantung dan gangguan ginjal yang dideritanya sejak lama.

Sebelum wafat dia harus menjalani cuci darah rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Surabaya usai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Penghargaan

Pada 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, penghargaan cukup prestisius untuk kategori kepemimpinan sosial.

Dia ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, pada 10 Maret 2004.

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM karena dianggap sebagai salah satu tokoh yang peduli persoalan HAM.

Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas.

Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

Gus Dur memperoleh banyak gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lebaga pendidikan, yaitu:

- Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)

- Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

- Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)

- Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)

- Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)

- Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)

- Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)