SILAKAN BERBAGI

Jumat, 02 Mei 2014

Siapa Mayoor Tan Tjin Kie


Mayoor Tan Tjin Kie adalah seorang pengusaha gula kaya-raya asal Cirebon. Dilahirkan padatanggal 25 Januari  1853 di Cirebon ; pada umur 29 tahun ia diangkat sebagai Luitenant der Chineezen, kemudian menjadi kapitan enam tahun kemudian, dan akhirnya pangkat mayor tituler diraih pada 1913 dan meninggal pada tanggal 13 Februari 1919.

  Gelar Mayoor (Mayor) sendiri bukan pangkat dalam kemiliteran, tetapi merupakan gelar tituler yang diperoleh masyarakat sipil karena pengaruh atau kekayaannya meskipun seperti dalam sistem kemiliteran pada umumnya, seorang pemimpin masyarakat Cina bisa memperoleh kenaikan pangkat sesuai reputasi dalam tugasnya . Gelar tertinggi pemimpin masyarakat golongan Cina adalah Mayor, Kota Semarang yang pertama kali punya mayor Cina dengan diangkatnya Tan Tiang Tjhing  sebagai mayor Cina titulair (kehormatan) pada 1829, diikuti oleh Surabaya dengan diangkatnya The Goan Tjing  pada 1834, baru terakhir Batavia dengan diangkatnya Tan Eng Goan pada 1837. 
Tan Tjin Kie merupakan orang Tionghoa terkaya di Cirebon. Ia memiliki puluhan rumah mewah dan ribuan hektare tanah serta pabrik gula. Salah satu rumahnya yang paling mewah berada di Desa Luwunggajah (sekarang Jatiseeng Kidul Kecamatan Ciledug), diberi nama Binarong. Pemakaman Tan Tjin Kie diperkirakan dihadiri oleh 200 ribu orang dan berlangsung dengan sangat megah.
Pada tahun 1884 Tan diangkat menjadi Luitenant Wess en Boedelkamer. Pada tahun 1888 , Tan menjadi Kapitein dan pada tanggal 1913 akhirnya menjadi Majoor. Pada tahun 1893 , pemerintahan Dinasti Qing memberikan gelar To-Han [Maharaja Kelas II] dan pada tahun 1908 , Tan mendapat promosi dari pemerintah Qing dengan pangkat To-Wan. Di tahun 1909 , Tan mendapat bintang Gouden Ster van Verdienste [Bintang Emas Untuk Jasa] . Tan juga menjadi ketua dari perkumpulan kematian Kong Djoe Koan ,perkumpulan THHK dan pelindung Hok Siu Hwee. Tan adalah pelindung utama kesenian jawa , "Een Grot Beschemer der Javaanse Kunst" [Dr Th Pigeaud, Javaanse Volksvertoningen , p114] . Tan juga seorang dermawan yang sering membantu korban bencana alam dan kelaparan di Tiongkok. Tan menyumbang 10 ribu f untuk mendirikan rumah sakit di Cirebon dan 10 ribu f untuk gedung THHK . Tan juga menyumbang untuk masjid di Luwung Gajah dimana ia memiliki dua pabrik gula dan satu istana megah di Binarong. Pada tahun 1917 , Tan sudah mulai sakit-sakitan.

Buku Peringetan Dari Wafatnya Majoor Tan Tjin Kie ditulis oleh putera Tan Tjin Kie yang bernama Tan Gin Ho, diterbitkan oleh G. Kolff & Co Batavia, terdiri dari 67 halaman. Desain buku ini cukup mewah pada masanya, kondisi buku yang dijual ini sudah agak kusam dan ada beberapa tambalan.***Deddy Madjmoe dari berbagai sumber.

Wafatnya Majoor Tan Tjin Kie Bagian 2



Peringetan boeat familie dari hal-hal Kedjadian jang berhoeboeng dengen
meninggalnja Padoeka Papa

Majoor TAN KENG BIE

(Majoor TAN TJIN KIE), sampe slesi dengan mengoeboer djinazatnja

---- bagian ke 2 ----



Di hari hauw Thie-Kong (sembajang Toehan Allah) pada 8 Februari djoega Papa ada seger dan maoe toeroet sembajang. Sebab Dokter ada bilang Papa soedah ada oemoer djangan soeka tidoer kemaleman, laat-laatnja djam 10 soedah moesti masoek tidoer, maka saja soedah matoer jang itoe malem bae saja sadja jang sembajang, tapi papa maoe djoega sembajang sendiri. Kendati saja soedah minta boeat masoek tidoer doeloe dan nanti kaloe soedah temponja maoe sembajang gampang di bangoenken, Papa keras tida maoe, bilangnja badan tida koerang apa-apa dan djoega tida ngantoek. Lantas saja minta permissie boeat berbaring doeloe, sebab saja kata jang saja ada ngantoek. Papa dengen kelihatan seneng bilang baik. Tapi ini toeladan dari saja tida di toeroet oleh Papa, sebab saja lihat Papa tinggal doedoek melek sampe pada waktoenja sembajang.

Di waktoe masih sore di itoe hari Papa ada soeroe panggil dan omong-omong diloear dengen Sianseng TAN KIM TE. Koetika toekang pat-iem soedah dateng (saban tahoen kaloe sembajang Thie-Kong ada pake pat-iem), kira-kira djam 7½, saja kloear maoe dengerken pat-iem di poekoel, saja lihat Papa doedoek sendirian, sedeng Engko (ko) KIM TE ada doedoek deket pat-iem.

Bijasanja moelai sembajang ada lebih laat dan brentinja (bakar kertas) ada lebih lama dan lebih laat, tapi ini tahoen soepaja boeat Papa tida terlaloe malem, maka baroe djam 12 soedah moelai sembajang dan djam 1½ soedah moelai bakar kertas.

Bijasanja Papa dari moelai sembajang sampe bakar kertas tinggal berdiri dengen soedjoed, tapi kali ini abis sembajang lantas masoek ka kamer.

Djoega ini kali Papa sembajang ada seperti bijasa ja-itoe 3 kali koei 9 khauw-sioe (samkoei kioe khouw). Tjoema ini kali saja sama soedara GIN HAN sedija dari blakang, bantoe angkat kaloe Papa dari koei maoe berdiri.

Sebab Papa sasoedahnja sembajang lantas masoek kamer, maka kita anak-anak jang djaga medja sembajang. Sasoedahnja djam 1 saja hendak bakar kertas, sebab saja kira tentoe Papa di kamer menoenggoe tida tidoer. Tapi ini, GIN HAN tjega dan maoe tanja doeloe ka dalem. Dapet penjahoetan dari Mama jang pesennja Papa djam 1½ baroe boleh bakar kertas. Maka di djam 1½ kertas baroe moelai di bakar.

Dari kamer Papa lagi-lago soeroe lihat medja sembajang di loear, apa lilin-lilin menjalanja ada bagoes. Di kasih penjahoetan pada Papa, jang lilin-lilin menjalanja ada bagoes, sebab sabetoelnja itoe malem menjalanja lilin ada bagoes, beda dari tahoen jang soedah, jang di malemnja sembajang ada begitoe banjak angin, sampe lilin ampat-ampatnja (bijasanja pake 4 lilin) djadi mati.

Betoel medja sembajang tida koerang apa-apa dan lilin menjalanja ada bagoes dan rata, tapi teboe kaloe orang manghadep ka medja sembajang, di sbelah kiri ada rebah. Ini teboe ada sadja jang bawa kloear boeat dibakar thungtjhie-nja (kertas pandjang), dan satoenja jang seblah kanan, soedara GIN HAN jang bawa kloear, tapi di itoe waktoe kita tidak ada jang dapet lihat. Blakang hari sasoedahnja Papa meninggal baroe ada orang bilang, jang itoe satoe teboe sebla kiri ada rebah, ja-itoe jang dapet lihat orang-orang jang berdiri dari djaoeh dan dari samping. Djoega blakang hari saja dapet denger, jang di Luwunggadjah djoega begitoe, satoe teboe sebla kiri rebah, sebab disana djoega di itoe malem ada di bikin haus Thie-Kong.

Paginja 9 Februari Papa dari koerang tidoer tida apa-apa, seger seperti bijasa.

Di hari Minggoe 10 Februari Papa ada panggil toekang tjoekoer boeat goenting ramboet dan sahabisnja itoe, Papa goenting, kerik dan bikin bersih koekoe-koekoe pake tempo lama sekali, lebih lama dari bijasanja.

Di malem 14 dan 15 Februari di kota Cheribon maoe di bikin arak-arakan (optocht) tjeng-ge, maka boeat ini ada di datengken toekang-toekang kertas dari Semarang. Maka kabetoelan sekali boeat oeroesan meninggalnja Papa, ini toekang-toekang kertas ada di Cheribon. Dari keramean tjeng-ge menoeroet karempoegannja orang banjak di oeroengken, sedeng laennja keramean tahoen baroe dari itoe 12 Februari sore di brentiken.

Di straat Tjangkol ada satoe roemah besar kita, tadinja di sewa boeat hotel oleh toean Horning. Di tahoen 1918 ini roemah di minta oleh saja punja mantoe THE SIEN HOEN boeat toko dan bengkel auto pake merk Cheribonse Autodrome, tapi zonder saja tahoe SIEN HOEN rombak pintoe loear dan pintoe dalem dari hoofdgebouw di ganti dengen pintoe-pintoe jang besar-besar dan tinggi-tinggi, soepaja autos jang besar-besar bisa gampang masoek-kloear, bae dari moeka bae dari blakang dan di blakangnja itoe hoofdgebouw dibediriken satoe loods jang besar, serta kamer-kamer di bijgebouw sebla kanan di rombak di bikin kamer-kamer jang besar. Pinggirnja pekarangan diblakang, jang tadinja masih terboeka, SIEN HOEN pasang tembok, soepaja pekarangannja itoe roemah ketoetoep dengen pager tembok jang orang tida bisa masoek. Jang SIEN HOEN berdagang auto saja baroe tahoe sasoedahnja ini di bikin djadi, dan sebab dari ini saja tida rempoeg, maka saja ada toelis sama Tjhinke PIK PIEN, tapi saja tida sekali maoe kasih advies boeat bikin
oeroeng apa jang soedah di bikin djadi. Di blakang hari Tjhinke dapet tahoe jang SIEN HOEN berdagang auto dapet banjak roegi, maka di boelan Januari itoe toko di brentiken dan barang dagangannja di djoela. Tempo itoe barang-barang lagi diangkati, soedah ada orang jang dateng minta sewa itoe roemah, tapi belon di kasih. Baroe sadja itoe roemah djadi kosong dan di bikin bersih, tida brapa hari lagi Papa meninggal doenia, maka itoe roemah jang ada poenja tempat jang lebar-lebar dan pintoe jang besar-besar, apa lagi itoe roemah ada deket Pasoeketan, ada kabetoelan sekali boeat tempatnja toekang-toekang kertas kerdja.

Pembelian karoeng goenie boeat goela Luwunggadjah tahoen 1918 soedah dibikin contract, tapi lantaran Handelsbank dapet kawat itoe karoeng goenie brangkali tida bisa di lever, sebab soesah dapet kapal lantaran ada perang besar di Europa sedeng giling soedah deket, maka Handelsbank kasih advies boeat selekasnja sedija sekiranja doeloe kadjang. Dari itoe lantas saja kawat beli kadjang. Sasoedahnja kadjang di beli, Handelsbank dapet kawat lagi jang karoeng goenie bisa dateng. Lantas saja kawat lagi boeat bajar karoegian dengen pembelian kadjang di oeroengken, tapi jang djoeal tjoema bisa trima boeat di oeroengken sebagian sadja. Ini kadjang saja titipken digoedangnja Piauw-moaijhoe TJAN TJOEN JONG dan saja soedah soeroe tawar-tawarken boeat di djoeal lagi, kendati dengen roegi, tapi belon sadja bisa lakoe, maka kabetoelan sekali ini kadjang bisa di pake boeat bediriken banjak taroeb-taroeb di pakoeboeran DOEKOESEMAR dan die roemah. Sebab pakenja kadjang ada banja sekali, maka kaloe moesti beli tentoe moesti di pesen doeloe jang datengnja tentoe laat.

Pada 10 Februari kita trima soerat dari Pangeran ARIO KOESOEMOJUDHO, Solo, jang atas namanja Toean Soesoehoenan ada mintaken pondok boeat soedaranja Toean Soesoehoenan, Pangeran ARIO PRABOENINGRAT, Luitenant Kolonel, dengen Raden Ajoenja, jang itoe waktoe ada di Betawi, kaloe dia-orang nanti dateng di Cheribon. Lantas di kasih kabar ke Solo dan Betawi jang kita soeka trima dengen seneng hati, sekalian di kasih tahoe jang di malem 14 dan 15 Februari
di Cheribon bakal ada keramean tjeng-ge. Ini Pangeran djadi dateng pada hari Djoemahat tengah hari 14 Februari bersama anak-anak kita jang dari Betawi di panggil poelang, djadi sasoedahnja Papa meninggal. Ini Pangeran toenggoe dan berhadlir dengen berpakean officier uniform item (groot tenue) koetika Papa di masoeken peti. Tapi heran jang ini Pangeran ada bawa dari Solo dari Toean
Soesoehoenan boeat Papa 2 flesch besar (flesch jenever) aer mawar dan satoe kaen pandjang, batiknja Prang Kesoemo, dasarnja item kebangnja sogan. Ini  herannja ada seperti Toean Soesoehoenan soedah dapet perasaan lebih doeloe jang bakal di tinggal oleh Papa, maka itoe Pangeran ada dibawai kaen pandjang maksoednja seperti boeat roeroebnja (selimoet) djinazat dan aer mawar maksoednja seperti boeat mandinja djinazat dan boeat siram di koeboeran, maka itoe aer mawar di pake boeat menjirati djinazatnja Papa dalem peti dan lebihnja boeat menjiram koeboeran, sedeng itoe kaen pandjang toeroet di masoeken dalem peti oleh tangannja itoe Pangeran sendiri. Toean Soesoehoenan sama Papa, kendati baroe ketemoe satoe kali, tapi ada sama seperti orang jang soedah kenal dan persobatan lama. (Pembatja djangan salah mengerti. Toean Soesoehoenan saja rasa tentoe tida dapet tahoe lebih doeloe, jang Papa bakal lekas meninggal, tjoema saja maoe bilang sadja dari herannja itoe barang, kenapa bisa begitoe kabetoelan. Begitoe djoega saja heran jang Toean Pangeran ada kabetoelan bawa costuum officier item, maka dia bisa pake itoe costuum koetika berhadlir waktoe djinazatnja Papa maoe di masoeken peti).***Deddy Madjmoe dari berbagai sumber.


Wafatnya Majoor Tan Tjin Kie Bagian 1

Dari telusur pustaka internet kami mendapat informasi wafatnya sang Mayor Tan Tjin Kie yang kebetulan dipublish dari sebuah buku.


Peringetan boeat familie dari hal-hal Kedjadian jang berhoeboeng dengen meninggalnja Padoeka Papa

Majoor TAN KENG BIE

(Majoor TAN TJIN KIE), sampe slesi dengan mengoeboer djinazatnja

Padoeka papa moelai berobah kewarasannja sasoedahnja saja poenja anak prampoean DICKY (GWAT ENG) kawin, ja-itoe di tahoen 1916, brangkali dari sebab di itoe waktoe Papa banjak tjape dan koerang tidoer, sebab nikanja Dicky djoega ada di rajaken dengen keramean besar.

Di tahoen 1917 Papa soedah moelai tempo-tempo dapet sesek dan di tahoen 1918 kaki tempo-tempo soeka bengkak. Menoeroet perbilangannja Dokter ini semoea dari djantoeng jang soedah djadi koerang koeat, maka Dokter ada kasih nasehat soepaja Papa djangan banjak kerdja dan kaloe masoek tidoer soepaja djangan lebih laat dari djam 10 malem. Kaloe Papa bisa djaga diri, Dokter bilang Papa masih bisa hidoep lama sekali dan Dokter ada kasih obat tetes boat di minoem kaloe dapet sesek.

Di boelan Juni 1918 Papa dapet sakit sedikit berat, maka Dokter E. GOTTLIEB panggil consult Dokter C.D. DE LANGEN dari Betawi, tapi di itoe waktoe slamet Papa djadi bae kombali.

Dari 1 (Senen) sampe 21 (Minggoe) October 1917 (djadi dapet 21 hari) Papa tetira di Koeningan.

Dari kira-kira pertengahan October 1917 sampe 12 December, hari Rebo, Papa tetira di Tambak dapet kira-kira 2 boelan.

Dari 17 Juli, hari Rebo, sampe 3 November 1918, hari Minggoe, djadi dapet 31/2 boelan, Papa tetira di Pesisir.

Dari 3 November sampe kira-kira pertengahan December 1918, djadi dapet 11/2 boelan, Papa tetira di Kalitandjoeng.

Papa dateng penghabisan kali di Luwunggadjah pada hari Djoemahat 27 December 1918 ja-itoe di waktoenja anak-anak vacantie dan tinggal disana sampe liwat tahoen baroe Belanda.

Sebab di itoe waktoe Papa dan Mama maoe dateng disana bersama semoea anak-anak dan itoe anak-anak ada nakal-nakal, maka tadinja saja nijat bangkoe dan korsi jang pake soetra tinggal di saroengin, soepaja tidak kena di bikin kotor oleh anak-anak, tapi sebab menginget Papa ada djarang-djarang dateng di Luwunggadjah, maka oentoeng sekali jang itoe meubel saja soeroe boeka saroengnja dan bendera di tiang di atas gedong Binarong dan di atas gedong fabriek di kibarken dan ini bendera-bendera baroe di toeroenken, sesoedahnja Papa poelang ka kota. Papa Mama poelangnja dari Luwunggadjah bersama anak-anak pada hari Kemis 2 Januarii 1919, djadi tinggal disana tjoema dapet satoe minggoe.

Di Binarong, Papa ada lihat serta denger soewaranja Gramophone dan Pianola jang baroe dateng dari Amerika. Djoaga Papa ada pergi naek lorrie sama Mama dan anak-anak lihat kebon-kebon teboe dan Papa kelihatan ada seger.

Papa ada banjak seneng hati, jang goela kloearan oogst 1918 jang tida bisa dapet banjak di djoeal, lantaran harga goela ada keliwat rendah dan toeroen-toeroen sadja, achirnja di penghabisan tahoen 1918 bisa di djoeal dengen harga bagoes sekali, sedeng boeat goela oogst 1919 lagi-lagi dapet tawaran tinggi jang harganja naek-naek sadja.

Sedari sabelon tahoen baroe saban malem ada kadengeran soewaranja boeroeng Dares dan semingkin lama semingkin serig kedengerannja itoe soewara di waktoe malam, sampe saja poenja bini dalem tempat tidoer sering kata : "tida enak sekali ada itoe soewara, setahoe maoe ada apa di kota Cheribon, apa brangkali bakal ada penjakit?" Tapi di malem 12 ka 13 Februari antero malem soewaranja Dares tida ada brentinja, jang kadengeran terbangnja rendah sekali. Sasoedahnja Papa meninggal baroe itoe soewara Dares ada koerang dan mingkin lama mingkin djarang.

Pada 13 Februari betoel dimana waktoenja Papa meninggal, djadi waktoe sijang, di loear orang geger, jang ada boeroeng Dares ngelabak terbang meliwati atas roemah Papa dari Lor-koelon ka Wetan-kidoel. Lantas sakoetika itoe djoega dari kamer-Papa orang mendjerit lihat Papa pangsan, tapi sabetoelnja boekan pangsan, sebab sakoetika itoe djoega Papa soedah meninggal.

Di hari-hari tahoen baroe (menoeroet Papa poenja bilangan moelai dari hari penghabisan tahoen lama, djadi di 31 Januari 1919 hari Djoemahat Manis, tapi di itoe hari saja sendiri tida dapet lihat soedah ada itoe boeroeng) sampe di hari deketnja Papa maoe meninggal, ada satoe boeroeng Sikatan saban hari masoek njanji di moeka katja-katja besar dalem roemah. Disitoe baroe saja tahoe jang boeroeng Sikatan bisa mengotje begitoe enak. Ini boeroeng ada kelihatan girang sekali, dari satoe katja terbang ka laen katja, memaen di moeka itoe katja-katja dengan kasih njanjiannja jang njaring, seperti dia ada girang lihat ada temennja dalem katja. Kendati sering-sering di gebah kloear oleh djongos-djongos, tida oeroeng lagi-lagi dia dateng lagi. Amper di antero waktoe dari saban hari itoe boeroeng ada di dalem roemah, terbang sabentar kloear, lantas dateng masoek lagi. Papa dan saja seneng hati dengerken njanjiannja jang tida brenti-brenti, seperti itoe ada satoe alamat baik, siapa tahoe brangkali kita dapet kaoentoengan bagoes dari goela, maka saja larang djongos-djongos djangan gebah dia lagi.

Sasoedahnja Papa meninggal baroe ketahoean jang itoe boeroeng dalam 3 hari, 9, 10 dan 11 Februari, troes-meneroes saban-saban mentjlok di korsi, jang biasanja Papa doedoek minoem thee di waktoe sore. Ini tjeritaan ada dari djongos-djongos dan baboe-baboe jang ada banjak berdiem di itoe tempat makan. Itoe boeroeng Sikatan dari hari 12 Februari tida kelihatan dateng lagi.

Di malem pengabisan tahoen lama (oudejaarsavond, 31 Januari 1919) Papa tida toeroet makan, sebab di rasa tida enak badan, djadi troes masoek tidoer, tapi paginja di hari tahoen baroe, Papa soedah djadi seger kombali, kloear berpakean thungsha boeat sembajang dan boeat paij-koei sama Mama-besar (Mamanja Papa) serta boeat trima familie dateng paij-koei tahoen baroe. Sahabisnja Papa ganti pakaean putih, kloear di voorgalerij dan lihat bloemstukken (kembang-kembang) jang ada diloear, kiriman dari familie EIJKEN, Assistent-Resident, dari familie DE GRAAG, President Landraad, dari familie GALLOIS, Agent Escompto, dan dari laen-laen familie. Kebetoelan itoe waktoe toean EIJKEN liwat dan lihat Papa ada di loear lantas masoek kedalem omong-omong sampe kira-kira ½ djam lamanja.

Dari moelai tahun 2466 (1915) Papa saban tahoen tida trima tamoe.

Dari hari tahoen baroe troes sampe 12 Februari Papa ada seger, tjoema tempo-tempo soeka ada sesek.

Di tahoen baroe Papa soedah djandji sama Dr. GOTTLIEB boeat bantoe bediriken roemah sakit di kota Cheribon f 10000, dan kasih pada Tiong Hoa Hwe Koan Cheribon aken beli roemah Hwe Koan f 10000, sedeng kenijatan boeat bediriken mesigit boeat orang Islam di Luwunggadjah di nijat di djadiken dalem ini tahoen 1919. Boeat bediriken mesigit Luwunggadjah soedah di nijat lama, tapi sebab ini mesigit di nijat dibikin jang bagoes boat bisa toeroet djadi perhijasan fabriek, maka moesti di pilih di bediriken di mana tempat jang deket dengen laen-laennja gedong poenjanja fabriek, tapi jang tida kwatir di blakang hari, kaloe fabriek di besarken kena kebongkar, dan sebab kita sampe di tahoen 1917 masih riboet dengen berobahan Luwunggadjah, maka kenijatan bediriken mesigit djadi di oendoerken sampe di ini tahoen dan boeat ini, sabelonnja Papa meninggal, saja moelai atoer teekeningnja.

Pada hari 7 of 8 Februari saja ada panggil toekang tjoekoer dan saja soedah boeka djas-loear maoe doedoek boeat goenting ramboet, saja lihat Papa kloear, lantas saja inget brangkali Papa maoe goenting ramboet, Papa bilang laen hari sadja, sebab kepala ada koerang enak.

***Deddy Madjmoe dari berbagai sumber.