SILAKAN BERBAGI

Senin, 20 September 2010

Polisi Bubarkan Penghijauan Swadaya

Senin, 20 September 2010 | 02:38 WIB
Cirebon, Kompas - Kepolisian Resor Cirebon di Jawa Barat, Minggu (19/9), membubarkan kegiatan penghijauan swadaya oleh para aktivis lingkungan di Cirebon. Para aktivis yang hendak menghijaukan bukit gundul tidak diperbolehkan menanam pohon karena tidak ada izin dari Polres Cirebon.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, polisi mendatangi lokasi di Bukti Maneungteung, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon, sekitar pukul 12.00. Saat itu 20-an aktivis yang berasal dari sejumlah organisasi pencinta lingkungan, seperti Petakala Grage, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Rakyat Pembela Lingkungan (Rapel) Cirebon, baru selesai menanam pohon di bukit gundul seluas 5 hektar tersebut.
”Kami diminta agar bubar karena tak ada izinnya. Karena tak ingin berkonflik, kami pun bubar,” kata Deddy Madjmoe, aktivis lingkungan dari Petakala Grage.
Kepala Polres Cirebon Ajun Komisaris Besar Edi Mardiyanto mengatakan, penghijauan di perbukitan Maneungteung tak berizin. Seharusnya para aktivis memberi tahu kegiatan mereka ke polres karena daerah bekas penggalian pasir ilegal itu masih dalam proses hukum. Selain itu, tambah Edi, daerah Maneungteung rawan longsor. ”Ini membahayakan para aktivis sendiri. Kalau terjadi apa-apa, bagaimana?” kata Edi.
Protes
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Ogi mempertanyakan tindakan polisi yang membubarkan aksi penanaman pohon.
Menurut Ogi, polisi ataupun pemerintah seharusnya mendukung kegiatan lingkungan, seperti penanaman pohon, karena merupakan kegiatan positif, apalagi kegiatan itu dilakukan secara swadaya.
”Saya heran mengapa harus ada izinnya karena selama ini kegiatan penanaman pohon, apalagi untuk penyelamatan lingkungan, tidak perlu izin,” katanya.
Menurut Ogi, jika masyarakat dipersulit untuk menanam pohon guna menyelamatkan lingkungan, pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan.
Upri Embreng, aktivis Petakala Grage, mengatakan, para aktivis di Cirebon mau secara sukarela menanam pohon karena Bukit Maneungteung merupakan salah satu pusat resapan air di wilayah timur Cirebon. (NIT)

Kamis, 09 September 2010

Cagar Alam Cirebon Rusak

CIREBON, (PRLM).-Proyek jalan tol Kanci-Pejagan merusak cagar alam berupa deretan perbukitan di sepanjang perbatasan Kabupaten Cirebon dan Kuningan yang menjadi berpanorama indah (azimut).
Karenanya, DPLH kedua daerah itu mengeluarkan larangan keras aktifitas galian C di lokasi deretan perbukitan yang terbentang dari Gunung Ciremai (Kuningan) sampai Gunung Slamet di Jateng.
Larangan penggalian tanah itu mengemuka dalam rapat koordinasi (rakor) Pemkab Cirebon dan Kuningan, Kamis (27/11). Rapat yang bertempat di aula Mapolwil Cirebon juga dihadiri unsur Polwil dan Bakorwil.
Rakor dipimpin langsung Kapolwil setempat, Kombes Drs. M. Nasser Amir. Hadir pula para pengusaha galian C yang jumlahnya mencapai 60 orang termasuk perwakilan PT Elema, perusahaan yang memegang tender pengadaan tanah galian untuk proyek tol Kanci-Pejagan.
Rakor digelar khusus setelah terungkap adanya ancaman terhadap kelestarian lingkungan di cagar alam perbukitan sepanjang perbatasan Cirebon-Kuningan. Polwil juga sudah mengambil tindakan tegas, diantaranya menutup lokasi galian tanah yang berlokasi di bukit Desa Waled Asem, Kecamatan Waled, Cirebon.
"Rakor kita gelar karena ternyata sudah banyak aktifitas galian tanah di perbukitan itu. Yang memprihatinkan, ternyata seluruh aktifitas itu ilegal karena tidak mengantongi perijinan," tutur Kapolwil Nasser.
Kapolwil menambahkan, rakor digelar untuk mencari jalan tengah. Di satu sisi, galian taah tidak merusak cagar alam, di sisi lain, proyek tol bisa tetap jalan.
"Jangan sampai ada yang dikorbankan. Sebab selama ini sudah berlangsung galian tanah yang ternyata ilegal di lokasi cagar alam," tutur kapolwil. (A-93/A-26).***

Rabu, 08 September 2010

Tim Gabungan Diharapkan Tuntaskan Kasus Azimut

Jumat, 3 September, 2010 - 16:04, di update : Rabu, 08 09 2010- 23.45.27SUMBER,(PRLM).-Kedatangan tim gabungan penegakan hukum kasus dugaan galian C ilegal bukit Maneungteung atau Azimut di lokasi tersebut diharapkan bisa segera mempercepat proses hukum atas pelanggaran Undang-undang Lingkungan Hidup tersebut.
"Kami sangat berharap dengan adanya kedatangan tim gabungan kemarin bisa segera menuntaskan kasus hukum atas dugaan perusakan lingkungan, dan kawasan Azimut nantinya bisa pulih kembali," kata Ketua LSM Petakala Grage Deddy Majmoe, Jumat (3/9).
Menurut dia, selama ini kerusakan bukit menjadi ancaman bagi pengguna jalan dan sarana irigasi yang ada di bawahnya. Oleh sebab itu, proses hukum yang kini tengah berjalan harus tetap lurus dan bisa mencari solusi terbaik agar kawasan hijau ini kembali kepada fungsinya.
Dedi meminta setelah dilakukan kajian secara ilmiah oleh pakar lingkungan, penegak hukum menjadikannya sebagai dasar untuk membenarkan bahwa Azimut telah rusak. Namun, yang harus dikaji adalah tingkat kerusakan, sampai sejauh mana parahnya, dibanding dengan pada saat awal.
Deddy juga mendesak agar Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) pro aktif memberikan laporan kepada penegak hukum agar masalah Azimut secepatnya diproses. Di samping itu, tidak ada salahnya apabila memasukkan unsur masyarakat (LSM) dan lembaga perguruan tinggi untuk turut dilibatkan agar terjadi kesamaan persepsi dalam mengurai kasus Azimut.
Dikatakan, semestinya polisi pun meminta kajian dari masyarakat, LSM, dan perguruan tinggi. Agar kajiannya lengkap dari berbagai sudut dan berimbang sehingga tidak hanya diwakili pihak pemerintah. Hal ini dimungkinkan sesuai amanat yang dituangkan dalam Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997, bahwa, masyarakat berhak dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Sebelumnya, tim gabungan penegakan hukum kasus dugaan galian C ilegal bukit Maneungteung (Azimut) melakukan inventarisir data dan fakta ke lokasi bekas tambang itu di Desa Waledasem, Kec. Waled, Kamis (2/9), siang. Mereka terdiri dari KLH), BPLHD Jabar, peneliti/ahli ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Polri.
Rombongan dipimpin Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLH Zaenal Abidin tersebut melakukan pemetaan lapangan, pemotretan dan mengambil sampel matrial di bekas galian. Zaenal mengatakan, dugaan tindak pidana galian C ilegal bukit Azimut akan diproses secara hukum. Namun, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan bukti dan keterangan ahli yang menyatakan tentang kebenaran bukit Azimut telah rusak. Oleh sebab itu, lanjuta dia, mengajak ahli lingkungan dari IPB, BPLH dan Polri dalam satu tim yang secara serius menuntaskan masalah hukum bukit Azimut.
"Kami ingin mengetahui sekaligus meneliti sifat kimia pasca eskploitasi, sifat hidrologi, sifat vegetasi, rusaknya hutan rakyat dan sempadan sungai," jelasnya.
Zainal menambahkan, dugaan sementara terjadi tindak penggalian di kawasan hutan lindung dan kawasan benda cagar budaya. Sebab, di Azimut juga terdapat benda peninggalan bersejarah.(A-146/C-15/kur).***